KOTA YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta adalah salah satu kota
besar di Pulau Jawa yang merupakan ibukota dan pusat
pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta dan sekaligus
tempat kedudukan bagi Sultan
Yogyakarta dan Adipati Pakualam.
Salah satu kecamatan di Yogyakarta, yaitu Kotagede pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram antara 1575-1640.
Keraton (Istana) yang masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya adalah
Karaton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman, yang merupakan pecahan dari Mataram.
Etimologi
Nama
Yogyakarta terambil dari dua kata, yaitu Ayogya atau Ayodhya yang
berarti "kedamaian" (atau tanpa perang, a "tidak", yogya
merujuk pada yodya atau yudha, yang berarti "perang"),
dan Karta yang berarti "baik". Ayodhya
merupakan kota yang bersejarah di India dimana wiracarita Ramayana
terjadi. Tapak keraton
Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat
oral) telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati; lalu
dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya.
Sejarah
·
Mataram
Islam (1575 - 1620)
Cikal-bakal kota Yogya adalah kawasan Kotagede, sekarang menjadi salah satu
kecamatan di Kota Yogyakarta. Keraton penguasa Mataram Islam pertama, Panembahan Senapati (Sutawijaya), didirikan di
suatu babakan yang merupakan bagian dari hutan Mentaok
(alas Mentaok). Kompleks tertua keraton ini sekarang masih tersisa
sebagai bagian batu benteng, pemakaman, dan masjid. Setelah sempat berpindah dua kali (di keraton Pleret
dan keraton Kerta, keduanya berada di wilayah Kabupaten
Bantul), pusat pemerintahan Kesultanan Mataram beralih ke Kartasura.
·
Setelah
Perjanjian Giyanti (1745 - 1945)
Sejarah kota memasuki babak baru menyusul ditandatanganinya Perjanjian Giyanti antara Sunan
Pakubuwono III, Pangeran Mangkubumi (yang dinobatkan
menjadi Sultan Hamengkubuwono I, dan VOC pada 13 Februari 1755.
Perjanjian ini membagi dua Mataram menjadi Mataram Timur (yang dinamakan Surakarta)
dan Mataram Barat (yang kemudian dinamakan Ngayogyakarta)
Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan politik baru secara
resmi berdiri sejak Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) mengakhiri
pemberontakan yang dipimpinnya, mendapat wilayah kekuasaan separuh wilayah
Mataram yang tersisa, dan diizinkan mendirikan keraton di tempat yang dikenal
sekarang. Tanggal wisuda keraton ini, 7 Oktober 1756, kini dijadikan sebagai
hari jadi Kota Yogyakarta.
Perluasan kota Yogyakarta berjalan secara cepat.
Perkampungan-perkampungan di luar tembok keraton dinamakan menurut kesatuan
pasukan keraton, seperti Patangpuluhan, Bugisan, Mantrijeron, dan sebagainya.
Selain itu, dibangun pula kawasan untuk orang-orang berlatar belakang
non-pribumi, seperti Kotabaru untuk orang Belanda dan Pecinan untuk orang
Tionghoa. Pola pengelompokan ini merupakan hal yang umum pada abad ke-19 sampai
abad ke-20, sebelum berakhirnya penjajahan. Banyak di antaranya sekarang
menjadi nama kecamatan di dalam wilayah kota.
Terdapat situs-situs tua yang tinggal puing, khususnya yang
didirikan pada masa awal tetapi kemudian diterlantarkan karena rusak akibat
gempa besar yang melanda pada tahun 1812, seperti situs tetirahan Warungboto,
yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwana II dan situs Taman
Sari di dalam tembok keraton yang didirikan Sultan Hamengkubuwana I. Pasar
Beringharjo sudah dikenal sebagai tempat transaksi dagang sejak keraton
berdiri, namun bangunan permanennya baru didirikan pada awal abad ke-20 (1925).
Paruh kedua abad ke-19 merupakan masa pemodernan kota. Stasiun Lempuyangan pertama dibangun dan
selesai 1872. Stasiun Yogyakarta (Tugu) mulai beroperasi pada
tanggal 2 Mei 1887. Yogyakarta di awal abad ke-20 merupakan kota yang cukup
maju, dengan jaringan listrik, jalan untuk kereta kuda dan mobil cukup panjang,
serta berbagai hotel serta pusat perbelanjaan (Jalan Malioboro dan Pasar
Beringharjo) telah tersedia. Perkumpulan sepak bola lokal, PSIM, didirikan pada
tanggal 5 September 1929 dengan nama Perserikatan Sepak Raga Mataram.
·
Masa
Revolusi (1945 - 1950)
Geografi
Kota Yogyakarta terletak di lembah tiga sungai, yaitu Sungai
Winongo, Sungai Code (yang membelah kota dan kebudayaan menjadi dua), dan
Sungai Gajahwong. Kota ini terletak pada jarak 600 KM dari Jakarta, 116 KM dari
Semarang, dan 65 KM dari Surakarta, pada jalur persimpangan Bandung - Semarang
- Surabaya - Pacitan. Kota ini memiliki ketinggian sekitar 112 m dpl.
Meski terletak di lembah, kota ini jarang mengalami banjir
karena sistem drainase yang tertata rapi yang dibangun oleh pemerintah
kolonial, ditambah dengan giatnya penambahan saluran air yang dikerjakan oleh
Pemkot Yogyakarta.
Batas Administrasi
Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di
sekitarnya, sehingga batas-batas administrasi sudah tidak terlalu menonjol.
Untuk menjaga keberlangsungan pengembangan kawasan ini, dibentuklah sekretariat
bersama Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) yang mengurusi semua hal
yang berkaitan dengan kawasan aglomerasi Yogyakarta dan daerah-daerah penyangga
(Depok, Mlati, Gamping, Kasihan, Sewon, dan Banguntapan).
Adapun batas-batas administratif Yogyakarta adalah:
- Utara: Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman
- Timur: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan
Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul
- Selatan: Kecamatan Banguntapan, Kecamatan
Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
- Barat: Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan
Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
Pembagian
administratif
Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan.
Berikut adalah daftar kecamatan di Yogyakarta :
Demografi
Jumlah penduduk kota Yogyakarta, berdasar Sensus Penduduk
2010, berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang
hampir setara.
Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat
Yogyakarta, dengan jumlah penganut Kristen dan Katolik yang relatif signifikan.
Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas
masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.
Yogyakarta juga menjadi tempat lahirnya salah satu organisasi
Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah yang
didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Kauman, Ngupasan, Gondomanan,
Yogyakarta. Hingga saat ini, Pengurus Pusat Muhammadiyah masih tetap berkantor
pusat di Yogyakarta.